Kamis, 20 Januari 2011

Rukun dan Syarat Taqwa

Taqwa memiliki lawazim (unsur-unsur) yang membentuknya. Diantara unsur-unsur pembentuknya yaitu: rukun dan syaratnya, apabila hilang atau tertinggal salah satu dari rukun dan syarat tersebut, maka seorang hamba sama sekali tidak akan pernah mendapatkan predikat taqwa dan kedudukan mulia di sisi Allah Jalla Jallaaluhu.

A.        Rukun Taqwa     

            Rukun taqwa ada 2:
            1. Menjalankan perintah Allah
            2. Menjauhi larangan Allah
           
            Ini sudah jelas.

B.        Syarat Taqwa

            Syarat Taqwa ada 3:
            1. Ilmu
            2. Ikhlash
            3. Ittiba'.

            Ilmu, dijadikan sebagai syarat untuk menggapai derajat taqwa, karena ilmu adalah merupakan langkah awal untuk melakukan  atau menentukan sesuatu untuk mencapai tujuan. Seseorang bila ingin mencapai sebuah tujuan, maka dia harus mengetahui (baca: meng-ilmu-i) hakikat (bentuk, rupa dan keriteria) tujuan tersebut dengan jelas, tidak samar-samar, lalu dia harus mengetahui persiapan apa yang ia lakukan untuk mencapai tujuan tersebut, dan dia harus mengetahui apa konsekuensi yang harus ia pelihara ketika telah mencapai tujuan tersebut... dan seterusnya - dan seterusnya.

Allah berfirman:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
"Ketahuilah bahwasannya tiada tuhan (yang patut disembah dengan benar) melainkan Allah, dan mohon ampunlah atas dosa-dosamu". [QS. Muhammad:19]

            Pada ayat ini Allah berfirman dengan menggunakan fi'il 'amr (kata kerja perintah), yaitu: ف - اعلم , dimana fi'il ini mashdarnya adalah علم (Ilmu), yang ma'nanya adalah: "Ketahuilah" atau "ilmuilah" . Oleh karena itu dengan berdasarkan dalil ini Al Imam Muhammad bin Isma'il Al Bukhoriy dengan kedalaman ilmunya dalam memahami Al Qur'an, dan dengan kecerdikannya dalam ber - istinbath (mengeluarkan hukum dari/dengan dalil), meletakan sebuah Bab dalam kitab Shahihnya, dengan berkata:

باب العلم قبل القول و العمل
"Bab Ilmu terlebih dahulu sebelum berkata dan beramal / berbuat"  
[Shahih Bukhoriy - Kitab Al Ilmu].

            Demikian juga dengan taqwa, taqwa adalah merupakan puncak tujuan yang paling mulia bagi manusia dalam beragama, oleh karena itu satu hal yang lebih utama lagi bagi seorang muslim untuk berilmu tentangnya, dan ini suatu keharusan, yaitu diantaranya berilmu tentang hakikat taqwa, lawazim (unsur-unsur) taqwa, tentang syarat dan rukunnya, tentang konsekuensinya, dan kepada siapa dia bertaqwa.

Ringkas kata kita harus berilmu tentang taqwa dengan baik dan benar serta jelas dan tidak samar-samar, sebelum kita berkata, dan berbuat/beramal dalam melangkah menggapai derajat taqwa.
           
Lawan dari ilmu adalah kejahilan (kebodohan). Maka suatu hal yang tidak mungkin (mustahil) seseorang akan mencapai tujuan, bila ia bodoh atau  tidak mengetahui alias jahil terhadap tujuannya sendiri. Demikian juga dengan ketaqwaan, seseorang tidak akan pernah mencapai derajat taqwa bila ia jahil (bodoh) tentang ketaqwaan. 
 
            Akan tetapi Ilmu yang dimaksud secara mutlak, yang tidak boleh seorang muslim bodoh (jahil) tentangnya adalah: Ma'rifatullah (mengenal Allah), Ma'rifat An Nabi (mengenal Nabi), dan Ma'rifat Diin Al Islam bil Adillah (mengenal agama Islam dengan dalil). Inilah yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman At Tamimiy dalam "Al Ushul Ats Tsalatsah".
           
            Sebagian ulama menyatakan, bahwa ilmu yang dimaksud adalah: Apa yang Allah Firmankan dalam Al Qur'an, dan apa yang Rasululah sabdakan dalam Al Hadits, dan apa yang para shahabat Rasul katakan dalam memahami Al Qur'an dan Al Hadits.
           
            Semua itu adalah lawazim taqwa yang sangat mendasar, setiap muslim bila ingin mencapai derajat taqwa harus bertolak dari ilmu-ilmu tersebut, bila tidak ia akan lemah dan rapuh, tidak akan pernah mencapai derajat taqwa.
         
            Ikhlash, yang dimaksud adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan kepada -Nya, memurnikan ibadah hanya untuk Allah, dalam rangka menjalankan perintah dan menjauhi larangan -Nya, semuanya dilakukan hanya karena dan untuk Allah tabaraka wa ta'ala.

            Allah berfirman:

 وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

" Dan tidaklah mereka diperintah kecuali agar mereka menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepadanya dalam menjalankan agama dengan lurus, dan agar mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus". [QS. Al Bayyinah: 5]
           
            Agama yang lurus adalah agama yang jauh dari kesyirikan (menyekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.

            Rasulullah bersabda:

(( إنما الأعمال بالنية و إنما لكل امريء ما نوى ، فمن كانت هجرته إلى الله و رسوله فهجرته ، فهجرته إلى الله و رسوله ، و من كانت هجرته للدنيا أو امرءة ينكحها فهجرة إلى ما هاجر إليه ))

"Hanyasaja amal itu dengan niat, dan hanyasaja bagi setiap orang sesuai dengan niatnya, maka barang siapa hijrahnya kepada Allah dan Rasul -Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul -Nya, dan barang siapa yang hijrahnya untuk dunia yang akan dicarinya, atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang ia niatkan". [HR. Al Bukhariy & Muslim, dari Umar bin Al Khathab].

            Sabda Nabi yang mulia ini adalah merupakan timbangan amalan batin, untuk atau karena apa seseorang itu beramal / ibadah, untuk atau karena siapa seseorang itu beramal / ibadah, hanyasaja ini adalah sesuatu yang abstrak, karena letaknya dalam hati, antara ia dan Allah saja yang tahu, dan hanya Allah yang akan memperhitungkannya.

            Dijadikan ikhlas adalah sebagai syarat untuk mencapai derajat taqwa, karena tidak mungkin seorang muslim disebut orang yang bertaqwa sedangkan ia berbuat kesyirikan, memalingkan ibadah kepada selain Allah, menjadikan ibadahnya perantara-perantara kepada Allah dengan apa yang tidak diizinkan oleh Allah, atau Allah tidak menurunkan keterangan -Nya dalam kitab -Nya, atau dalam ibadahnya hanya untuk mencari penghidupan dunia, atau hanya karena wanita yang akan dinikahiya, hal-hal tersebut adalah yang merusak keikhlasan dalam beribadah kepada Allah. Bagaimana seseorang akan mencapai derajat taqwa sedangkan ibadahnya rusak, dan tertolak disisi Allah?

            Allah berfirman:

ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya. seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. [QS. Al An'am: 88]

            Oleh karena itu ikhlas adalah merupakan syarat mutlak untuk mencapai ketaqwaan.
           
            Ittiba', yang dimaksud adalah mengikuti contoh (suri tauladan) Nabi Muhammad Rasulullah shalallahu'alaihi wa sallam diseluruh totalitas kehidupan kita dalam beribadah kepada Allah 'Azza wa Jalla. Hal ini dikarenakan 2 hal:
           
            Pertama: Karena Rasulullah adalah manusia dan hamba Allah yang pertama kali yang telah mencapai puncak ketaqwaan. Beliaulah orang yang paling bertaqwa didunia. Oleh karena beliau orang yang paling mengerti tentang apa yang dikehendaki oleh Allah, sehingga beliau orang yang pertama kali yang mengerjakan semua perintah Allah, dan orang yang paling pertama kali yang menjauhi larangan Allah berdasarkan bimbingan dari Allah.

            Rasulullah bersabda:
(( أنا أتقى منكم ))

"Akulah orang yang paling bertaqwa diantara kalian". [HR. Al Bukhariy]

            Sabda Nabi demikian jangan sekali-kali kita melihatnya dari pintu kibr (kesombongan), Nabi bersabda demikian karena ada diantara orang-orang yang munafiq yang menuduh beliau tidak/kurang bertaqwa kepada Allah, dan kurang berbuat adil dalam pembagian harta rampasan perang, hal ini disebabkan karena pembagiannya tidak merata, dan orang yang menuduhnya ini hanya mendapat bagian yang sedikit. Padahal beliau membaginya sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Bahkan Rasulullah berlaku demikian karena ketaqwaannya kepada Allah, karena menjalankn perintah Allah. Makanya Rasulullah berkata demikian karena beliaulah orang yang pertama kali yang menjalankan perintah Allah meskipun manusia tidak menyukainya.
           
            Oleh karena itu jika kita ingin meraih ketaqwaan ikutilah orang yang sudah pernah mencapainya...!
           
            Kedua: Karena orang yang beramal / ibadah kepada Allah, sedangkan ibadahnya tersebut tidak pernah ada ajarannya dari Rasulullah Muhammad shalallahu'alaihi wa sallam , maka amalannya / ibadahnya tersebut tertolak disisi Allah subhanahu wa ta'ala.
           
            Rasulullah bersabda:
(( من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد ))
"Barang siapa yang mengamalkan satu amalan yang tidak ada atasnya ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak". [HR. Al Bukhoriy & Muslim, dari Ummul Mu'minin Aisyah radliallahu'anha]

            Bagaimana kita akan mencapai ketaqwaan sedangkan amal ibadah kita tertolak disisi Allah? Oleh karena itu Ittiba' (mengikuti contoh / sunnah) Rasul, adalah syarat untuk mencapai derajat taqwa.

Adapun ayat-ayat Al Qur'an yang berbicara dan memerintahkan untuk ittiba' kepada Nabi, banyak diantaranya:
           
            Allah berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

"Katakanlah (Muhammad), jika kamu (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampunkan dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". [QS. Ali Imran: 31].

            Dan Allah berfirman:

(( ... و ما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا ... ))

"... Dan apa-apa yang didatangkan oleh Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa-apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah..." [QS. Al Hasyr: 7]
            Dan Allah berfirman:
(( من بطع الرسول فقد أطاع الله ))
"Barangsiapa yang taat kepada Rasul maka sungguh ia telah mentaati Allah" [QS. An Nisa: 80]

semoga manfaat..

SYUBHAT IBLIS

“Ketahuilah bahwa syubhat pertama kali yang terjadi di alam semesta ini adalah “syubhat Iblis” la’natullah ‘alaihi , yang sumbernya adalah keras kepala –dengan mengandalkan ra’yu (akal pikiran)nya – dalam menghadapi nash, dan memilih hawa nafsu dalam menghadapi perintah, serta sombong dengan materi yang ia diciptakan darinya (yaitu api) atas materi Adam ‘alaihis salaam yaitu tanah”.

Al Imam Asy Syahrasatani rahimahullah

 [Al MILAL WAN NIHAL, Oleh: Al Imam Abul Fath Muhammad bin Abdul Karim Asy Syahrasatani (wafat: 548 H), Juz I / hal. 7. Cet. Daarul Kutub Al Ilmiyah, Beirut – Libanon. Tanpa Tahun]. 

Pernyataan Al Imam Asy Syahrasatani tersebut adalah merupakan istinbath dari ayat-ayat Allah dalam Al Qur’an dibeberapa surat -Nya, yang menceritakan tentang percakapan Allah ‘Azza wa Jalla dengan  Iblis la’natullah ‘alaihi tentang perintah –Nya kepada Malaikat yang termasuk Iblis didalamnya untuk sujud kepada Adam ‘Alaihis Salaam diantaranya dalam surat “Shaad”, ayat 71 – 83 :
 ))إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ * فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ * فَسَجَدَ الْمَلَائِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ * إِلَّا إِبْلِيسَ اسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ * قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ * قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ * قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ * وَإِنَّ عَلَيْكَ لَعْنَتِي إِلَى يَوْمِ الدِّينِ * قَالَ رَبِّ فَأَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ * قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ * إِلَى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ * قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ * إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ  ((
Artinya:
“(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: "Sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah". Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadaNya". Lalu seluruh malaikat-malaikat itu bersujud semuanya, Kecuali Iblis; Dia menyombongkan diri dan adalah Dia Termasuk orang-orang yang kafir. Allah berfirman: "Hai iblis, Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada makhluq yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) Termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?". Iblis berkata: "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan Dia Engkau ciptakan dari tanah". Allah berfirman: "Maka keluarlah kamu dari surga; Sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk, Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan". Iblis berkata: "Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan". Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu Termasuk orang-orang yang diberi tangguh, Sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari kiamat)". Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka”

Perhatikan firman Allah berikut:
قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ
"Hai iblis, Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada makhluq yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) Termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?".

Iblis berkata:
قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ
"Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan Dia Engkau ciptakan dari tanah".

Darimanakah Iblis megetahui bahwa “api lebih baik daripada tanah” kalau bukan dari ra’yu (pikiran)nya?!? dan tidak ada sumber dalilnya sama sekali kecuali hanya dari prasangkaannya saja….

Karena ia menyangka dengan ra’yunya bahwa api lebih baik daripada tanah sehingga muncullah kesombongannya terhadap materi yang merasa lebih tinggi kedudukannya, akhirnya ia lupa diri dengan mengikuti hawa nafsunya, sehingga ia tidak melihat dan mempertimbangkan lagi apakah yang sedang dihadapi dan dibicarakan? Dan siapakah yang sedang berbicara kepadanya dalam memerintahkan untuk taat kepada –Nya?.

Dari itu maka dapat diketahui bahwa sumber kesesatan Iblis ada tiga, yaitu:
1.    Ra’yu madzmum/batil (yang tercela).
2.    Mengikuti hawa nafsu
3.    Kesombongan (istikbar)

Oleh karena itu siapa saja dari kalangan makhluk yang diberikan taklif (beban) untuk beribadah kepada Allah baik itu jin maupun manusia, yang kemudian ia menghadapinya dengan menggunakan ketiga hal tersebut sehingga ia enggan untuk tunduk dan taat kepada Allah, maka ia adalah pengikut Iblis La’natullah ‘alaihi.

Demikian juga kesesatan yang terjadi pada manusia sejak dahulu hingga sekarang ini bahkan yang akan datang hingga hari kiamat, kembalinya pada kesesatan pertama yang dilakukan oleh Iblis la’natullah ‘alaihi, dan sumbernya adalah pada tiga hal tersebut.